GEMPABUMI yang mengguncang beberapa belahan bumi sepekan terakhir, sempat membuat was-was penduduk dunia, tak terkecuali warga Indonesia. Gempabumi Ekuador yang sempat terjadi 17 April 2016 lalu, disebut-sebut sebagai gempabumi terparah sejak 67 tahun terakhir.
Di hari ke-6 sejak terjadinya gempabumi utama M = 7,8 richter yang mengguncang Ekuador, kini sudah tercatat lebih dari 700 gempabumi susulan (aftershocks). Total korban tewas akibat gempabumi sudah mencapai 587 jiwa. Semetara 8.340 orang luka-luka, dan lebih dari 1.000 orang masih dinyatakan hilang. Terkait kerusakan bangunan, dilaporkan sebanyak lebih dari 2.000 gedung serta rumah warga rusak berat.
Dalam rilis resminya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, berita mengenai peristiwa gempabumi merusak dan mematikan di Ekuador akhir-akhir ini menimbulkan perasaan was-was dan rasa takut bagi warga masyarakat yang tinggal di kawasan rawan gempabumi. Apalagi, beberapa hari terakhir ini berkembang isu akan terjadinya gempabumi yang lebih dahsyat dengan kekuatan di atas M=8,0 akibat meningkatnya aktivitas seismik di kawasan cincin api Pasifik (Pacific Ring of Fire).
Dr. Daryono, MSc, kepala bidang MitigasiGempabumi dan Tsunami BMKG dalam keterangan resminya menegaskan, isu yang berkembang ini memang dikemas dengan bungkus yang seolah ilmiah. Isu ini menyebutkan bahwa akan ada peristiwa gempabumi dahysat dengan kekuatan di atas M=8,0 menyusul beberapa peristiwa gempabumi kuat yang terjadi hampir bersamaan akhir-akhir ini.
Beberapa gempabumi yang dimaksud terjadinya hampir bersamaan adalah: (1) gempabumi Vanuatu 3 April 2016 M=6,9, (2) gempabumi Myanmar 13 April 2016 M=6,9 (3) gempabumi Maindanao 14 April 2016 M=6,9 (4) gempabumi Jepang 15 April 2016 M=7,0 dan (5) gempabumi Ekuador 17 April 2016 M=7,8.
Dikatakan, isu akan terjadinya gempabumi dahsyat ini berkembang dan menyebar cukup pesat. Isu ini tidak hanya dipercaya oleh kalangan masyarakat awam saja, tetapi karena isu tersebut berbau ilmiah maka sempat juga mempengaruhi mereka yang berkecimpung pada bidang ilmu kebumian.
Banyak pertanyaan warga akhir-akhir ini yang dilontarkan kepada BMKG terkait kebenaran isu akan terjadinya gempabumi dahsyat menyusul meningkatnya aktivitas gempabumi di seluruh dunia. BMKG mengimbau kita tidak mudah mempercayai isu tersebut. Karena, lanjut Darsono, secara ilmiah kita masih sulit mempelajari perubahan dan perpindahan tegangan kulit Bumi (stress change).
“Selama ini yang baru dapat kita lakukan baru sekedar melakukan analisis spasial dan temporal dari aktivitas kegempaan (seismic activity) yang terjadi. Sehingga terus terang kita masih sulit jika dihadapkan pada pekerjaan untuk memprediksi dan mengkaji migrasi gempabumi,” terangnya.
Dijelaskan, beberapa peristiwa gempabumi signifikan dan merusak yang terjadi akhir-akhir ini dibangkitkan oleh zona seismogenik yang jaraknya berjauhan. Masing-masing zona seismogenik tersebut memiliki pola medan tegangan sendiri-sendiri yang tidak memiliki kaitan secara langsung antara satu sama lain. Kebetulan saja medan tegangan yang terakumulasi pada masing-masing zona seismogenik tersebut memiliki tingkat kematangan yang waktunya hampir bersamaan, sehingga beberapa gempabumi kuat terjadi secara hampir bersamaan.
“Satu hal yang harus kita pahami bahwa peristiwa gempabumi hingga saat ini belum dapat diprediksi dengan tepat kapan, di mana, dan berapa kekuatannya. Beberapa gempabumi yang terjadi hampir bersamaan pada akhir-akhir ini bukan pertanda akan terjadinya gempabumi dahsyat. Untuk itu masyarakat dihimbau agar tidak mudah percaya dengan isu gempabumi,” demikian Darsono.
Pewarta: Choirul Amin