inspirasicendekia.com, MALANG – Puluhan pelajar SMPN 1 Pagak Kabupaten Malang dalam tiga kelompok tampak mengelilingi adonan lilin yang dipanaskan, Sabtu (12/10/2019). Mereka duduk berpasangan sembari memegang selembar kain putih dengan sedikit gambar motif.
Dengan telaten, mereka pun tampak sibuk menaruh lilin dalam canting mengikuti pola motif kain yang dipegangnya.
“Pak, ini kok sering netes lilinnya, gimana?” tanya salah satu siswa.
Hal sama juga dialami Kamalika, siswi kelas 9G, dalam kelompok lainnya. Saat mencanting, ia mengaku kesulitannya lilin gampang menetes.
“Kalau kena tetes harus dibersihkan dengan air panas pakai cotton bud. Paling sulit memang saat mencanting ini. Kondisi panas lilin harus benar-benar pas,” katanya.
Proses mencanting selembar kain batik ini harus diselesaikan Kamalia dan teman-temannya dalam waktu maksimal 3 jam. Kegiatan ini adalah kali ketiga diikutinya dalam praktik membatik di sekolahnya.
Muhammad Arif, guru pembimbing pelatihan membatik di SMPN 1 Pagak mengungkapkan, kesalahan saat mencanting dalam membatik memang wajar bagi pemula. Menurutnya, jika gampang netes, itu karena soal teknik saja.
“Meskipun pola dasar dan motif simpel, memang butuh kebiasaan dan ketelitian saat mencanting, karena lilin harus dituangkan dalam kondisi suhu yang pas. Dengan dikerjakan tiap hati, maka akan paham celah dan kesalahannya dimana, sehingga berikutnya bisa lebih baik,” jelas guru Prakarya Batik dan Seni Budaya ini.
Kepala SMPN 1 Pagak, Davit Harijono mengatakan, melalui latihan membatik diharapkan bisa mewadahi minat sekaligus menumbuhkan kecintaan anak pada batik, dan siswa mampu memaknai nilai-nilai luhur dari keterampilan ini.
Terlebih, lanjutnya, juga terbangun penguatan pendidikan karakter budaya berkearifan lokal.
“Kegiatan ini sebagai bagian dari program penguatan pendidikan karakter budaya bagi anak, yang juga sejalan dengan salah satu visi sekolah,” kata Davit Harijono.
Selain membatik, lanjutnya, karakter budaya berkearifan lokal yang juga akan digali dan dikembangkan melalui kegiatan seni budaya Jawa, seperti karawitan dan drama Jawa dalam bentuk ketoprak atau ludrukan.
“Sementara masih menjadi program OSIS, lalu diimbaskan dan ditularkan kepada semua siswa. Hasil membatik bisa berupa untuk sapu tangan, penutup meja, bahkan udeng kepala,” pungkasnya. [min]