Fifti Imroatur Rosyidah, Guru Penggerak dari SMPN 1 Kasembon. (dokpri)
MALANG – Keberadaan Guru Penggerak sangat penting bagi lahirnya banyak praktik baik pembelajaran di tengah pandemi kini. Dengan profil yang dimiliki, maka diharapkan terbangun pendidikan bermutu yang lebih meluas dampaknya.
Di Kabupaten Malang, semangat Guru Pengerak ini bahkan bermula dari lingkungan pendidikan wilayah pinggiran. Setidaknya, ini coba ditunjukkan dari sosok Fifti Imro’atur Rosyidah, guru Bimbingan Konseling dari SMPN 1 Kasembon.
Pengalaman mengikuti penguatan kompetensi dalam program Guru Penggerak sangat dirasakan manfaat dan efektivitasnya oleh Fifti Imro’atur. Menurutnya, guru menjadi lebih terbuka wawasannya, dengan lebih banyak strategi dan pendekatan pembelajaran. Sebagai guru penggerak, ia pun harus mampu menjadi pemimpin pembelajaran dalam berbagai situasi belajar anak.
Apa tantangan yang kerap dihadapinya? Mengajar di wilayah pinggiran dengan latar belakang anak dan keluarga dari pedesaan tentu butuh strategi dan perlakuan tersendiri.
Karena itu, pemetaan kebutuhan siswa harus dilakukan, yang dilihat dari tiga aspek. Yakni, kesiapan belajar, minat belajar dan profil atau gaya belajar siswa.
Nah, pembelajaran di masa pandemi seperti di wilayah Kasembon, tetap difokuskan pada kondisi geografis dan latar belakang siswa. Dan, apa yang ditingkatkan lebih pada tanggung jawab dan kemandirian siswa dalam mengikuti pembelajaran di masa pandemi.
Sebagai guru konseling, ia harus tetap memberikan layanan meskipun kondisi pandemi. Bentuk layanannya tidak mengubah konteks, namun dilakukan menyesuaikan keadaaan yang ada. Jika tidak memungkinkan tatap muka, maka layanan konseling dilakukan secara virtual, menggunakan berbagai fasilitas firtur domain portal rumahbelajar.id dari Kemdikbud.
Dikatakan, pembelajaran yang diberikan harus menyenangkan, dan ini diawali membuat kesepakatan di awal dengan kelas. Selanjutnya, guru melakukan pembelajaran dengan pendekatan dan teknik sosial-emosional dalam pembelajaran. Dengan begitu, mereka bisa fokus pada apa yang dikerjakan sesuai kemampuan dirinya hingga melakukan refleksi akhir.
Sebagai Guru Penggerak, ia merasakan tantangan tersendiri ketika menghadapi situasi pembelajaran yang banyak penyesuaian selama pandemi. Apalagi, manakala pembelajaran menjadi rentan mengalami kelesuan, dimana kemauan dan motivasi belajar peserta didik menjadi rendah dan terus menurun.
Belajar mandiri siswa dilakukan dari google classroom, kelas virtual dengan google meet. Bahkan, bagi siswa yang mengalami kesulitan akses jaringan, pihak sekolah berinisitif mamberi bantuan router yang dipasang di setiap balai desa. Setidaknya, ada 10 titik tempat publik di desa yang dipasang router untuk membantu belajar siswa secara daring ini.
Tak hanya itu, home visit kerap harus dilakukan tim sekolah bagi siswa-siswi SMPN 1 Kasembon. Meski dilakukan kondisional, kunjungan guru bisa dilakukan 2-3 kali dalam sepekan jika dimungkinkan, tergantung permasalahan belajar yang dialami anak saat belajar di rumah.
“Setiap periodik 3 bulan, kami juga melakukan parenting khusus untuk mendampingi orang tua siswa khususnya di masa pandemi. Karena, tidak hanya siswa yang perlu dibimbing, melainkan juga orang tua yang mendampingi anaknya belajar dari rmh juga butuh pendampingan,” beber Fifti.
Tekad secara sadar memajukan pendidikan dengan menjadi Guru Penggerak ini pula yang juga memotivasinya menjadi guru prestasi tahun ini. Seleksi guru berprestasi Kabupaten Malang diikutinya belum lama ini, meski akhirnya harus puas dengan peringkat juara 2.
“Motivasi memajukan pendidikan di lingkungan wilayah Kasembon yang lebih penting bagi kami,” demikian alumni Fakultas Psikologi UMM ini. [amn]