Inspirasicendekia.com, MALANG – Perdamaian tidak semata bermula dari sikap saling menghargai dan toleransi. Lebih dari itu, perdamaian mensyaratkan penegakan hukum manakala terjadi sikap maupun aksi yang mencedarai suasana kehidupan yang tentam dan damai.
“Yang masih menjadi kendala besar, penegakan hukum di Indonesia masih tumpul terhadap sikap intoleransi, terutama terhadap korban yang mestinya dilindungi,” demikian Rektor UNIRA Malang, Hasan Abadi MAP, di sela-sela forum AMIPEC ketiga yang digelar di kampus setempat, Sabtu (5/8).
Hasan kemudian mencontohkan, masih sulitnya penganut syiah yang dilarang pemerintah beberapa waktu lalu, karena mereka belum diterima sepenuhnya oleh lingkungan sekitar akibat ketidakharmonisan yang masih terjadi di tingkatan atas atau penguasa.
Apakah toleransi bisa dijamin dengan diterbitkannya Perppu 50/2017 terkait pembubaran ormas yang sudah dilakukan pemerintah. Ditegaskan Hasan, dalam konteks pembubaran organisasinya langkah pemerintah dianggapnya sudah tepat sebagai tindakan antisipatif.
Namun, lanjutnya, harus dibedakan antara perlakuan terhadap organisasi dan orang-orang pengikutnya. Perlu dipikirkan bahwa para anggota pengikut organisasi yang dibubarkan karena mengancam keutuhan bangsa tersebut tetap diperlakukan manusiawi dan diberi ruang menjalani kehidupannya.
Bagi Hasan, nilai-nilai yang sudah menjadi perjanjian para founding fathers harus dipatuhi bersama. Kepentingan yang mengobok-ngobok perjanjian sarat toleransi ini memang harus ditindak.
“Tetapi, bukan berarti orang-orangnya lantas dihinakan, apalagi dikait-kaitkan dengan kesalahan seperti upaya makar masa lalu,” pungkas pria yang juga Ketua GP Ansor Kabupaten Malang ini. (amn)