“Mau Kemana Bangsaku?”

Mau Kemana Bangsaku?

Hanya kurang beberapa jam saja, awal 2016 kita sudah masuk MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), sementara kemampuan bersaing bangsa kita masih lemah. Sesaat mengikuti paparan Prof. M. Ainin Ph.D yang menyatakan kualitas pendidikan kita masih rendah, yaitu rankingnya menempati urutan 108 dari 187 Negara. Beliau juga mengatakan bagaimana kualitas pendidikan atau SDM kita bisa baik lha wong setingkat dosen saja masih belum banyak yang mampu bersaing, misalnya ketika MEA sudah berjalan Bahasa Inggris menjadi bahasa yang disepakati.

Jangankan masyarakat kita, dari 3.000 Profesor yang ada di Indonesia, hanya 2% saja yang menguasai bahasa asing dengan baik. Bayangkan yang level pendidikannya di bawah itu, misalnya sarjana-sarjana yang notabene kuliahnya hanya ala kadarnya yang penting bisa untuk memenuhi administrasi, kepangkatan, sertifikasi atau bahkan ijazah membeli hanya sekadar untuk menutupi gengsi.

Adapun 10 negara ASEAN yang masuk MEA, selain Indonesia sudah banyak yang lebih siap dan bahkan ada yang sudah melakukan beberapa tahun yang lalu. Karena SDM mereka lebih baik dari pada kita. Sembilan negara ASEAN mulai 1 Januari 2016, mereka sudah bisa menjadi Dokter, Guru, Dosen, Praktisi, Penjual Jasa, Perawat, Karyawan, Sopir, Jual Bakso, cilok di Indonesia dengan bebas.

Di lihat dari segi permodalan kurs mata uang mereka banyak yang lebih tinggi dengan mata uang kita, sehingga orang yang tidak terlalu kayapun di Singapura misalnya, jika mereka ingin usaha di Indonesia, maka modal akan tetap lebih besar daripada bangsa Indonesia sendiri. Belum lagi ancaman Idiologi, moral, budaya yang akan sangat berpengaruh besar terhadapa jati diri bangsa kita, atau ke depan malah kita tidak memiliki jati diri bangsa sama sekali. Naudzubillah.

Pertanyaanya adalah, apakah masyarakat, anak-anak kita atau bangsa kita akan menjadi pelaku? menjadi penonton? atau malah menjadi korban dan kita akan habis? Dan mau ke mana Bangsa kita?

Ketika kita sudah memahami betapa beratnya tantangan masyarkat dan generasi kita ke depan, maka tidak ada kata lain kita harus bekerja keras untuk melakukan percepatan-percepatan di berbagai bidang, untuk bergelut dengan MEA.

Apa saja yang perlu kita lakukan pada masyarakat dan anak-anak kita? Yang pertama, adalah penguatan aqidah dan idiologi masyarakat dan anak-anak kita, karena jika tidak maka aqidah, moral dan idiologi kita ke depan akan bisa punah seperti suku Aborijin yang ada di Australia, Suku Indian di Amerika dan sebagainya.

Maka, jika anak-anak kita kita perkuat aqidah atau agamanya maka walau ada pengaruh apa saja tetap kuat memegang Idiologi atau jati dirinya, seperti di Pulau Bali, walau turis seluruh dunia datang, tetap bisa dipertahankan agama, bahasa dan budayanya.

Yang kedua, masyarakat dan anak-anak kita wajib menguasai bahasa Inggris,karena Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi yang digunakan di ASEAN, selain 10 bahasa yang ada. Jika tidak maka kita akan seperti patung berjalan saja, hidup bicara tetapi tidak terjadi komunikasi apa-apa.  Dan bagaimana kita bisa mengajar di Thailand, bagaimana menjadi guru ngaji di Singapura, atau bagaimana kita bisa jual bakso di Kamboja, jika kita tidak menguasai bahasa mereka atau bahasa Inggris.

Yang ketiga, menurut hemat kami yaitu penguasaan Teknologi dan Teknologi Informasi, jarak antar negara yang jauh bisa dilipat dengan teknologi komunikasi dan informasi. Kita terkadang masih banyak larangan-larangan menggunakan internet, sementara internet adalah sesuatu yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Barangkali, yang benar adalah tidak dilarang, tetapi diarahkan!.

Yang keempat, adalah bagaimana masyarakat dan anak-anak kita dibekali jiwa enterpreneur yang mantap. Sehingga, yang alumni pondok pesantren mampu berdakwah, khutbah, mengajar ngaji, menyebarkan idiologi ke Sembilan negara ASEAN. Begitu juga profesi dan penjual jasa yang lain.

Yang kelima, adalah masyarakat dan anak-anak kita bekali kemampuan membangun Networking atau Jejaring dengan berbagai suku bangsa. Dengan kita bisa membangun jejaring dengan baik, maka kita akan leluasa menerima informasi dari berbagai arah, sehingga informasi itu akan menjadi bahan analisis untuk bertindak selanjutnya untuk memenangkan persaingan dalam berbagai bidang.

Ini judulnya ngaji kok malah membahas MEA? Barang kali ada yang mbatin seperti itu. Jawaban saya adalah, Islam tidak sekadar mengajarkan Salat, Wirid, Puasa Zakat dan Haji, tetapi bagaimana umat Islam mampu meniru Nabi Muhammad SAW yang sejak dini sudah menjadi eksportir, pergi ke berbagai negara, untuk berdagang dan ber-Hijrah.

Kemudian umat Islam jika tidak peka terhadap isu-isu regional atau global akan tergilas jaman. Untuk itu kita harus peka, MEA tidak hanya ada ancaman dakwah, akan tetapi jika kita mampu menangkap, MEA ini bisa memperluas medan dakwah kita yang dulunya radiusnya hanya di lingkup lokal, dengan adanya MEA kita bisa dakwah ke 9 Negara lainya.
Tulisan ini penting disampaikan agar umat kita faham dan mengerti tantangan apa yang akan segera datang di kampungnya, jika telat menerima Informasi tentang MEA ini, maka akan menjadi penonton di negerinya sendiri. Semoga bermanfaat. (*)

Opini: Abdullah Sam (Pengasuh Pesantren Rakyat)

Sebarkan berita:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *