Inspirasicendekia.com, MALANG – Pekerja atau buruh migran kian mendapatkan perhatian pemerintah. Sejumlah kebijakan dibuat sehingga buruh migran terjamin hak-hak dan perlindungannya.
“Kami mengapresiasi DPRD Kabupaten Malang sebagai inisiator raperda ketenagakerjaan bagi pekerja migran,” demikian ditegaskan Muhammad Iqbal, Kepala Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Malang.
Menurutnya, inisiatif yang dilakukan dewan melalui raperda perlindungan pekerja ini cukup maju. Substansi raperda sudah banyak mencakup bagaimana aspek perlindungan pekerja, termasuk kepada anggota keluarganya.
Iqbal menegaskan, Kabupaten Malang menempati posisi tiga dari 5 besar penyumbang pekerja migran wilayah Jawa Timur. Tercatat, sejumlah 8.400 warga asal Malang yang menjadi pekerja migran Indonesia atau TKI pada 2017, dan menurun menjadi 6.500 pekerja pada 2018 ini.
Menurutnya, P4TKI juga terus berupaya memperkecil kemungkinan terjadinya kasus yang merugikan pekerja migran. Kasus pengaduan atau informasi lainnya terkait pekerja migran Indonesia (PMI) kini bisa dilakukan melalui aplikasi android E-Pengaduan yang bisa diunduh gratis di playstore dan E-KTKLN.
Hak PMI lain yang dijamin perlindungannya adalah hak akses komunikasi. Ditegaskan, pekerja migran juga berhak memegang alat komunikasi atau setidaknya bisa mengakses alat komunikasi sehingga bisa berhubungan dengan keluarga atau pihak lain di Tanah Air.
Iqbal juga menambahkan, pemerintah juga menerapkan modal berangkat bekerja ke luar negeri, dimana warga bisa mengaksesnya melalui program KUR. Skema kredit modal ini sudah ditetapkan tiap negara tujuan penempatan Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Malaysia.
“Jadi penempatan pekerja migran ada sektor formal (bekerja pada badan hukum) dan sektor informal (bekerja pada perseorangan). Pemerintah menetapkan kredit usaha untuk sektor formal dan informal,” bebernya.
Rincian besarannya, kata Iqbal, untuk sektor informal Taiwan ditetapkan biaya penempatannya adalah Rp 17.925.400, Hongkong Rp 14.530.000, Singapura Rp 12.397.000, dan Malaysia Rp 5.040.000.
‘Pemerintah menetapkan batas biaya penempatan ini tidak lain adalah untuk melindungi PMI kita dari potensi pembebanan berlebihan, serta menjaga rasio biaya tetap normal dan wajar,” jelasnya. [min]