inspirasicendekia.com, MALANG – Penyelenggaraan pilkada dihadapkan pada berbagai potensi pelanggaran maupun konflik. Dengan pengawasan partisipatif yang kuat yang melibatkan berbagai pihak, proses dan produk pilkada diharapkan lebih dipertanggungjawabkan.
Banyaknya potensi dan kerawanan pelanggaran ini dibedah dalam acara Forum Group Discussion (FGD) yang difasilitasi Pusat Kajian Politik dan Demokrasi (PKPD) FISIP Universitas Brawijaya Malang dan Bawaslu Kabupaten Malang, di YNO Hotel, Minggu (16/8/2020). FGD ini melibatkan jajaran Bawaslu, relawan atau kader pengawasan pemilu, juga unsur lain yang punya concern pada pemilu dan pilkada.
Pembahasan FGD ini banyak menguat pada perlunya dikenali dan diantisipasi, berbagai potensi kerawanan pelanggaran yang bisa mencederai proses dan produk pilkada. Seperti, pelanggaran dalam bentuk politik uang dan atribut kampanye yang kerap menimbulkan protes dan kegaduhan. Diskusi ini salah satunya dipandu Fajar Shodiq Ramadhan dari PKPD FISIP UB.

Sebelum berdiskusi, semua peserta FGD terlebih dulu mengikuti paparan workshop dengan subtema terkait, bersama sejumlah pemakalah. Diantaranya, dinamika politik uang dalam pilkada (disampaikan Dr George Tower Ikbal) dan aktivasi masyarakat sipil dalam pengawasan pilkada (disampaikan Dr Abdul Aziz), keduanya dari PKPD FISIP UB.
Materi lainnya adalah penguatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pencegahan pelanggaran pemilu, yang diberikan langsung Ketua Bawaslu Kabupaten Malang, M Wahyudi.

Abdul Aziz misalnya, menyatakan keberadaan bawaslu tidak cukup untuk bisa sepenuhnya memangkas dan membersihkan pilkada dari berbagai praktik pelanggaran. Ia menganalogikan, banyaknya potensi pelanggaran pemilu, memang bisa terkurangi setidaknya 30 samai 50 persen dengan adanya kepangawasan oleh jajaran bawaslu.
“Jadi, memang masih sangat dibutuhkan keterlibatan pengawasan partisipatif oleh masyarakat. Tinggal sejauh mana pengawasan partisipatif ini bisa digerakkan dengan maksimal dan benar-benar independen,” jelas Abdul Aziz.
Akan tetapi, lanjutnya, mendorong pengawasan partisipatif masih dihadapkan kendala kompleks dan adanya ketimpangan. Menurut Aziz, apa yang dipertontonkan elit peserta pemilu maupu pilkada, kerap menimbulkan kekecewaan pada masyarakat. Tidak hanya praktik pelanggaran yang dilakukan, juga oleh timsesnya, namun juga konsistensi pada apa yang sudah dijanjikan.
“Kekecewaan yang dialami masyarakat ini lah yang bisa menjadikannya enggan memberikan andil pada pengawasan partisipatif ini. Bahkn, pada taraf terendahpun, yakni menggunakan hak pilihnya,” tegas pria yang juga ketua PKPD FISIP UB ini.
Aziz masih melihat adanya ketimpangan dan pemahaman yang salah di kalangan masyarakat kebanyakan. Yakni, urusan politik dan produk pemilu atau pilkada hanya kepentingan kelompok, calon ataupun timsesnya.
“Masyarakat masih belum merasa politik dan (produk) pilkada bukan urusannya. Perlu banyak penyadaran, terutama juga melalui pendidikan politik dan pemilih oleh parpol,” demikian Abdul Aziz. [min]