Inspirasicendekia.com, MALANG – Uji materi yang diajukan Yusril Ihza Mahendra terkait Undang-Undang Guru dan Dosen digelar Selasa (15/1/2019). Yusril bertindak sebagai kuasa hukum dari Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI).
Pakar Hukum dan Tata Negara ini sedianya mengajukan judicial review UU Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi. Ia mewakili sekitar 385 ribu guru PAUD se Indonesia.
Dalam keterangannya pada awak media, Yusril Ihza menegaskan, bawa para guru PAUD menginginkan kesetaraan hak sebagai tenaga pengajar. Menurut Yusril, ada beberapa dasar undang-undang yang membuat pihaknya mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Diantaranya Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Pasal 28 ayat 2, 3 dan 4 Undang-Undang Sisdiknas.
“Di dalam undang-undang di atas itu menyebutkan ada guru PAUD formal dan nonformal. Kita mau uji tentang kesetaraan, keadilan dan tentang kepastian hukum. Sebab diakui pendidikan PAUD itu ada yang formal dan nonformal,” kata Yusril kepada wartawan, Selasa (18/12/2018).
Meskipun telah diakui sebagai pendidik oleh UU Sisdiknas, lanjut Yusril, ternyata yang diakui sebagai guru oleh Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen hanya lah pendidik PAUD formal saja.
“Hal ini diketahui dari defisini Guru pada pasal 1 angka 1, Undang-Undang Guru dan Dosen,” ujarnya.
Judicial review ke Mahkamah Konstitusi ini sangat diharapkan bisa mengobati keresahan pendidik PAUD selama ini. Praktisi pendidikan nonformal, Prof Kentar Budhojo, berharap dan mengajak semua pendidik PAUD berdoa agar revisi dikabulkan hakim MK.
“Standar kompetensi pendidik diberlakukan sama antara PAUD formal dan nonformal. Akan tetapi, mereka dibedakan haknya,” kata Prof Kentar.
Pembedaan hak ini, lanjutnya, terkait kesejahteraan dan penghargaan yang tidak didapat guru PAUD dibanding pendidik formal lainnya. Yakni, mereka tidak bisa ikut program sertifikasi pendidik karena dianggap “bukan” guru. [rul]