Inspirasicendekia.com, MALANG – Era internet berdampak membajirnya berbagai informasi di media sosial (medsos). Banyaknya pengguna internet (netizen) menjadikan siapa saja bisa memproduksi dan/menyebarkan informasi apapun melalui medsos.
Direktur Pengelolaan Media Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Republik Indonesia Sunaryo menyampaikan, penggunaan medsos secara tak terbatas oleh netizen ini mau tak mau dikendalikan. Salah satunya, memahamkan netizen soal etika jurnalistik sehingga tidak terjadi dampak bias dari penggunaan medsos.
“Kami fokus memerangi konten-konten negatif dari medsos. Nah, diberikannya pehaman terkait etika jurnalistik bagi netizen ini, nantinya yang akan melawannya,” terang Sunaryo, di sela Seminar menyongsong Hari Pers Nasional (HPN) 2018 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Kementerian Kominfo RI di Ubud Hotel and Cottage Malang, Selasa (28/11).
Selain untuk memerangi konten-konten negatif, lanjutnya, netizen dibiasakan mengedepankan tabayun atau chek dan recheck. Meski begitu, kata Sunaryo, informasi apapun yang dihasilkan para netizen akan diarahkan kepada media mainstream sebagai rujukan.
Dalam paparan materinya yang berjudul ‘Peran Pemerintah dalam Penanggulangan Hoax untuk Generasi Milenial’, Sunaryo banyak menyinggung jenis dan potensi dampak konten negatif yang bisa mengancam kesatuan bangsa dan NKRI.
Menurutnya, Indonesia yang penuh keberagaman sangat rentan menimbulkan bias informasi. Dengan jumlah pengguna internet 132 juta lebih, didapati fenomena mudahnya sebuah informasi disebarkan yang belum jelas sumbernya dan pasti kebenarannya. Terlebih informasi yang mengandung ujaran kebencian dan adu domba.
“Banjirnya informasi dengan konten negatif ini merupakan ujian bagi kredibilitas pers. Pers harus bisa meredam bias dari medsos dengan konten negatif,” tegasnya. [min]