Penulis produktif Aliya Nurlela, kembali merilis novel terbarunya, ‘Senyum Gadis Bell’s Palsy’. Seperti pada novel pertamanya ‘Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh,’ novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy” ini juga masih berlatar Tanah Pasundan; Jawa Barat.
Novel tersebut ia tulis dilatarbelakangi penyakit bell’s palsy yang ia alami beberapa tahun terakhir. “Akibat sakit itu wajah saya tidak simetris dan kesulitan untuk tersenyum. Saya pernah terpuruk dan kehilangan kepercayaan diri, bahkan mengira tidak akan pernah berani tampil lagi di hadapan publik. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkat aktivitas menulis yang saya tekuni, masa-masa tersebut dapat dilewati,” tulis Aliya Nurlela yang juga Sekjen Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia ini kepada Inspirasi Cendekia.
Dijelaskan perempuan asal Ciamis, Jawa Barat, novel ini bukan sepenuhnya berkisah tentang dirinya, namun ia dramatisir dengan sejumlah konflik dan memberikan informasi kepada pembaca tentang efek yang ditimbulkan akibat bell’s palsy.
“Saya berharap novel ini menjadi inspirasi sekaligus memberi manfaat bagi masyarakat umum, terutama penderita bell’s palsy,” katanya.
Terbitnya novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy” pun mendapat sambutan hangat dari sejumlah penulis di Tanah Air. Novel Aliya Nurlela ini, ringan namun mengalir deras dengan alur ceritanya yang membuat pembaca tak ingin berhenti membaca hingga ke aksara terakhir. “Kisah yang tertuang di dalamnya mewakili kehidupan banyak orang, dan membawa serta nilai-nilai positif kehidupan dan agama dalam kemasan yang halus dan apik. Sebuah karya yang sangat menarik,” ujar Agustus Sani Nugroho, penulis novel “Akuisisi” sekaligus pengusaha dan direktur utama di beberapa perusahaan terkemuka Indonesia.
Lain halnya Eko Prasetyo, mantan editor Jawa Pos yang juga penulis 40-an buku fiksi dan nonfiksi. Menurutnya, Aliya Nurlela kembali menunjukkan kepiawaiannya—seperti pada novel pertamanya “Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh”—dalam memotret kondisi sosial tertentu secara sederhana namun pesannya begitu membekas.
Ditambahkan, novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy” ini novel inspiratif, unik, memiliki gaya tutur khas dan bersifat romantis. Tidak mudah menulis novel yang bisa merangkum pesan cinta, literasi dan sekaligus dakwah. Namun, katanya, Aliya berhasil merangkum tiga hal tersebut dalam novelnya.
Pendiri Kampung Inggris M. Kallend Osen juga memberikan apresiasi atas terbitnya novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy”. “Ini pertama kali diadakan talkshow dan bedah novel di BEC,” ujar M. Kallend Osen.
Novel “Senyum Gadis Bell’s Palsy” sudah diluncurkan dan dibedah di SMKN 1 Lengkong, Nganjuk, Jawa Timur, Sabtu (21/11/2015) serta Minggu(6/12/2015), di Meeting Hall Basic English Course (BEC) Kampung Inggris, Pare, Kediri, yang diikuti seratusan peserta. Tampil sebagai narasumber pembedah novel ini adalah Eko Prasetyo, mantan editor Jawa Pos yang juga penulis 40-an buku fiksi dan nonfiksi.
Menurut Aliya Nurlela, novel ini sudah dipesan banyak pihak baik dalam maupun luar negeri, termasuk dari para penderita bell’s palsy yang sedang melakukan proses penyembuhan. Juga para mahasiswa yang ingin menjadikan novel ini sebagai bahan penelitian dan skripsi.
Sehari-hari Aliya Nurlela aktif membina Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia dan bekerja mengelola penerbitan. Kegiatannya menulis di FAM telah memberikan endorsement untuk menghasil puluhan buku, memberikan puluhan penghargaan untuk event menulis baik tingkat lokal maupun nasional. Ia juga kerap menjadi narasumber workshop kepenulisan dan profil serta kisah inspiratifnya diterbitkan sejumlah media di tanah air. (rel/min)