Sejumlah 12 relawan Palang Merah Remaja (PMR) asal Malang tercatat sebagai pejuang kemanusiaan. Mereka menjadi korban pembunuhan saat menjalankan tugasnya di Peniwen, Kabupaten Malang, 73 silam.
Pembunuhan 12 anggota PMR ini terjadi pada 1949 silam, bersamaan dengan Agresi Militer Belanda II kala itu. Desa Peniwen menjadi tempat persembunyian sekaligus benteng terakhir perlawanan pejuang Pertempuran Surabaya, demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
PMI Kabupaten Malang telah mendokumentasikan penggalan sejarah yang menyebutkan pengabdian 12 relawan PMR asal Malang tersebut. Dikisahkan, peristiwa tragis ini terjadi di rumah sakit Panti Hoesodo.
Awalnya, pada tanggal 16 Januari 1949, tentara Belanda untuk pertama kalinya memasuki wilayah Desa Peniwen. Serdadu Belanda mencurigainya sebagai tempat persembunyian para pejuang dan tentara Indonesia.
Selanjutnya, pada 31 Januari 1949, tentara Belanda menangkap Kepala Desa Peniwen, Arjo Wibowo. Dan, pada 19 Pebruari 1949, dengan jumlah yang agak besar mereka memasuki perkampungan Peniwen dari arah barat, atau Desa Jambuwer.
Sekitar pukul 4 sore, tentara Belanda memasuki RS Panti Hoesodo dan mengobrak-abrik isi RS ini. Mereka juga melakukan penganiayaan dan pembunuhan 2 orang pasien, yang merupakan anggota Tentara Brigade 16 Sektor Kawi selatan. Namanya, Robi Andreas dan JW. Paidong.
Selain itu, 3 orang anggota PMR yang sedang melakukan tugas kemanusian tak luput dari aksi pembunuhan keji ini. Mereka diketahui bernama Suyono, Slamet Penijo dan Sugianto. Tentara Belanda juga menangkap 4 anggota lainnya, yakni Rosohadi, Oesodo, Sri Murtiaji, dan Sri Aryo.
Saat itulah, lalu terjadi peristiwa besar yang menggemparkan dunia, yakni pembantaian anggota PMR oleh tentara Belanda pada 19 Februari 1949. Tragedi pembunuhan ini kemudian dikenal dengan peristiwa ‘PENIWEN AFFAIR.
Di lokasi terjadinya tragedi kemanusiaan relawan PMR ini berdiri Monumen Peniwen Affair, berikut makam korban. Makam tersebut adalah 7 anggota PMR dan 5 warga Peniwen yang turut membantu menjadi relawan yang terbunuh. Kini, bekas lahan dan bangunan RS Panti Hoesodo berubah dimanfaatkan sebagai SDN Peniwen 02.
Amirul Yasin, Koordinator Divisi Pelayanan PMI Kabupaten Malang menuturkan, kisah ini berdasarkan kesaksian Husodo dan Lestiati. Keduanya merupakan pelaku sejarah, yang saat itu menyaksikan langsung peristiwa keji ini. Keduanya selamat, dan belakangan telah meninggal dunia.
Dikatakan Yasin, napak tilas pejuang kemanusiaan 12 relawan PMR yang gugur terbunuh ini sering dilakukan.
“Kami rutin bersama warga setempat melakukan renungan atas pengabdian 12 relawan PMR tersebut. Tepatnya, setiap momen 19 Februari. Acara pengukuhan anggota PMR juga sering digelar di lokasi sekitar monumen dan makam mereka,” kata Yasin.
Pada tahun 2006 lalu, para relawan PMR ini mendapatkan penghargaan dan apresiasi dari Gubernur Jawa Timur.
“Para korban relawan PMR ini tidak ada ahli waris, atau keluarga yang ditinggalkan, karena masih remaja saat gugur. Napak tilas harus selalu kami lakukan, agar semua bisa meneladani pengabdian kemanusiaan mereka,” demikian Amirul Yasin. (*)
Penulis: Choirul Amin