Catatan: Choirul Ameen, founder Media Cendekia Group
Entah mengapa, jabatan OPD Kepala Dinas Pendidikan di Kabupaten Malang selalu menyimpan kisah gonjang-ganjing yang berujung pada permintaan mundur pada sang pejabat. Tercatat, era kepemimpinan mantan kadindik Bambang Sugeng (BS) dan Edi Suhartono (ES), sama-sama harus bernasib mengalami pergantian ‘tak wajar’ meski dengan musabab yang berbeda. Akankah era kadindik M Hidayat (MH) kini akan mengalami hal serupa?
Mantan kadindik BS, yang mulai menjabat sekitar akhir 2006, memiliki cerita penolakan paling vulgar. Kala itu, dimotori para petinggi dan senior organisasi profesi guru yang mapan di Kabupaten Malang, sempat muncul aksi ‘demo’ menuntut BS mundur dari jabatannnya. Kadindik kala itu, dengan gaya kepemimpinan tegas seperti basic karirnya sebelumnya di militer, dianggap terlalu arogan dan ‘keras’.
Aksi demo dengan surat somasi yang ditandatangani sejumlah pihak pun sempat beredar untuk meminta BS mundur. Hingga, dalam sebuah kesempatan rakor yang dipimpin BS di pendopo kantor Dinas Pendidikan di Jl Penarukan Kepanjen, aksi dramatis sempat ditunjukkan BS di hadapan para kepala UPTD dan kepala SMPN/SMAN/SMKN kala itu.
“Sesuatu yang tidak baik, ibaratnya kopi hitam dalam gelas ini. Kalau ingin membuang hitambya, maka air bersih harus banyak-banyak dimasukkan ke dalamnya,” kata BS sembari terus menuangkan air botol kemasan hingga hitam kopi berganti air lebih bersih.
Sesaat kemudian, tiba-tiba BS sengaja menjatuhkan gelas berisi air yang awalnya di atas podiumnya. “Pyarr…!” Pecahan kaca gelas pun berserakan di depan kursi paling depan para undangan. Entah apa yang ada dalam benak BS, sampai harus memecahkan gelas saat rapat resmi itu. Sikap yang tidak biasa memang dilakukan seorang pejabat.
Era ES, yang sebelumnya menjabat staf ahli Bupati Malang dan dosen aktif kampus UM, pendidikan di Kabupaten Malang terbilang lebih kondusif. Kesan protokoler jauh tidak nampak dibanding saat kadindik BS. Namun, ES juga termasuk pemimpin sangat memegang teguh prinsip; benar adalah benar, salah adalah salah.
Selama kepemimpinannya, ES sebenarnya sangat dekat dengan kalangan guru. Maklum saja, dengan basic keilmuan keguruan dan kampus, soal mutu pedagogik dan pembelajaran banyak menjadi prioritas perhatiannya. Karena itu lah, mungkin saja ES tidak terlalu memperhatikan aspek administratif dan tingkah pola bawahannya.
Suatu ketika, masalah muncul yang konon mengarah pada anggapan ‘keteledoran’ ES, yang terkesan kurang tahu menahu hal tersebut. Selain itu, ES dianggap kurang komunikatif membangun hubungan dengan mitranya, terutama di kalangan dewan. Hingga, rumor panas ketidaksenangan muncul dari sejumlah pihak yang ada di DPRD setempat.
Beberapa waktu berselang, mutasi pejabat pun tetap mengarah ke ES dan digantikan Kadindik baru Budi Iswoyo. Pergantian ES inipun sempat dibarengi dengan ‘kado’, yakni diangkatnya Edi Suhartono sebagai ketua Dewan Kehormatan Guru.
Akhir Juli 2017 lalu, setelah hampir 10 bulan dipimpin seorang Plt, jabatan kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang resmi dipegang M Hidayat (MH). Tidak ada kasak-kusuk menjelang atau setelah beberpa pekan penetapan MH. Hanya, selain MH, sudah ada dua nama lain calon kadindik di tangan Bupati. Mereka semua sebelumnya memang telah dijaring dan melalui berbagai tahapan seleksi dan fit and proper test.
Apa mau dikata, pernyataan terkait rencana menerapkan kebijakan menambah jam sekolah untuk penguatan pendidikan karakter (PPK) yang dikeluarkan MH, justru kontraproduktif dan menjadi blunder. Ia dituding mengingkari komitmen oleh sejumlah kalangan untuk tidak menerapkan fullday school (FDS) seperti pernah ditegaskannya di depan mereka saat hearing bersama sejumlah anggota DPRD.
Meski sudah menyatakan klarifikasi, opini mendiskreditkan MH yang dianggap plin-plan dan meresahkan ini tidak hilang begitu saja. Bahkan, lebih menguat pada keinginan agar MH juga ‘meninggalkan’ kursi kadindik Kabupaten Malang. Terakhir, dikabarkan sejumlah pihak yang sejak awal mempersoalkan hal ini, bersurat kepada Bupati Malang Rendra Kresna.
Akankah jabatan kadindik MH ini akan bernasib sama seperti pendahulunya dan hanya seumur jagung?
Lalu, jika harus diganti ‘paksa’, maka kisruh jabatan dunia pendidikan kembali terulang. Ada apa dengan (jabatan) dinas pendidikan?? Wallahua’lam. (*)