Warisan budaya harus diperkuat dengan aturan perundangan yang sifatnya menyeluruh. Jika perlindangan budaya kuat, maka budaya bisa dilestarikan dan dikembangkan menjadi produk-produk budaya.
Perlunya melindungi warisan budaya ini mengemuka dalam Dialog Produk Kebudayaan di Pendopo Kantor Bupati Malang, Jalan Panji, Kepanjen, Senin (28/12/2015). Dialog yang digelar agar bisa mengakomodir kekayaan dan kearifan lokal budaya ini dilangsungkan bersama Komisi X DPR RI dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) RI.
Narasumber yang dihadirkan adalah Ir M Ridwan Hisjam, ketua Panja RUU Panja Kebudayaan yang juga pimpinan Komisi X DPR RI, dan Nono Adya Supriyanto (Sekdirjen Kebudayaan Kemdikbud). Setidaknya 15 komunitas dan pemerhati seni budaya hadir dalam dialog yang difasilitasi Ketum Yayasan Kalimasadha Nusantara ini.
Ir Nono Adya Supriyanto, Sekretaris Dirjen Kebudayaan Kemdikbud RI menegaskan, budaya memang harus dilindungi. Dikatakan, UU pengelolaan kebudayaan sudah ada, namun yang diatur masih parsial. Sedangkan, UU tentang Kebudayaan sendiri masih tengah dibuat.
Ditambahkan, budaya dikategorikan ada dua, yakni budaya benda, seperti cagar budaya, situs, dan kawasan budaya.
“Baru ada 20 persen warisan budaya belum ditetapkan perundang-undangan perlindungannya. Selain itu, hanya 188 ahli cagar budaya yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, kondisi ini menjadi kendala tersendiri dalam perlindungan dan pelestarian budaya,” ingkap Nono Adya.
Jenis budaya lainnya, lanjut Nono, adalah budaya tak benda. Sementara ini, katanya, kekayaan budaya dilindungi hanya UU No 28 tentang Hak Cipta, namun belum memiliki peraturan pendukung di bawahnya.
“Indonesia hanya mengandalkan perjanjian internasional untuk melindungi warisan budaya tak benda ini,” ungkap Nono Adya.
Selain perlindungan budaya, warisan budaya harus dikembangkan menjadi produk-produk budaya. Juga perlu dilakukan pemanfaatan kebudayaan untuk dunia pendidikan, termasuk diplomasi.
Sementara itu, Eddy Junaidi, Ketum Yayasan Kalimasadha Nusantara mengungkapkan, di tengah gempuran arus globalisasi, diharapkan dialog ini akan menjadi rekomendasi untuk bisa menjadi masukan bagi perlindungan warisan budaya sekaligus terciptanya kesadaran pelestarian nilai-nilai tradisi budaya pada semua pemangku kepentingan. (min)
UU Kebudayaan Jamin Daerah Leluasa Anggarkan Kebudayaan
Adanya Undang-Undang Kebudayaan nantinya diharapkan lebih menjamin upaya untuk melestarikan dan mengembakan kreasi budaya. Dengan UU Kebudayaan, pelaku maupun warisan budaya nantinya sama-sama lebih diuntungkan karena harus mendapatkan diapresiasi dan diperhatikan pemerintah.
Kepastian ini seperti diungkap ketua Kelompok Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan DPR RI Ir Ridwan Hisjam.
“Jika UU Kebudayaan sudah didok, nantinya daerah juga akan lebih leluasa untuk melakukan penganggaran kegiatan berkebudayaan. Pelaku maupun warisan budaya juga akan lebih mendapatkan perhatian,” ungkap Ridwan Hisjam usai Dialog Produk Kebudayaan bersama ratusan guru dan perwakilan komunitas seni budaya se Kabupaten Malang di pendopo Kantor Bupati Malang, Kepanjen, Senin (28/12/2015).
Pria yang juga pimpinan Komisi X DPR RI ini menegaskan, tahun ini setidaknya Rp 1,9 trilyun APBN dialokasikan untuk Kemdikbud. Namun demikian, selama ini kegiatan kebudayaan lebih banyak mengandalkan bansos yang juga rawan pertanggungan jawab penggunaannya.
Ditambahkan Ridwan, idealnya ada sekitar 300 produk perundangan yang mestinya dihasilkan terkait kebudayaan. Tetapi, katanya, UU Kebudayaan yang tengah dibahas adalah UU induk yang memayungi dan menjadi rujukan semua aturan perundangan turunannya.
Panja RUU Kebudayaan mentargetkan enam bulan pada 2016 mendatang, RUU sudah kelar. Saat ini, katanya, sudah masuk ahap kedua, selesai di tingkatan legislasi dengan masyarakat. Pembahasan tahap kedua ini dengan pemerintah yakni Kementerian dan jajaran pendidikan dan pemangku kepentingan kebudayaan di Malang.
Hisyam menambahkan, sebenarnya RUU Kebudayaan sudah dibahas sejak DPR dua periode sebelumnya. Pada 2007 silam, audah dibuat draf naskah akademisi. Namun, tidak kunjung mendapatkan pembahasan dan penetapan.
Pewarta: Choirul Ameen