“Bondo, Bahu, Pikir. Sukses bagi kiai, adalah ketika santri lulusan tetap bermanfaat dan mau berdakwah kembali ke pelosok kampung.”
Begitulah kata-kata pesan Sang Maha Guru Trimurti yang ditirukan Munif Farid Attamimi, ketua alumni Pondok Darussalam Gontor Ponorogo, dalam perbincangan bersama inspirasicendekia.com, akhir pekan lalu.
Ya, pernahkah Anda mendengar kata Trimurti? Trimurti yang umum didengar saat kita di bangku sekolah adalah nama ajaran dan nilai kebaikan dalam kepercayaan agama tertentu.
Tetapi, Trimurti yang dibedah di Black Beans Coffee and Resto Malang, Sabtu (27/8) sore itu, berbeda halnya. Trimurti yang dimaksud adalah judul buku tetralogi tentang tiga sosok Pendiri Pondok Moderen Darussalam Gontor, Ponorogo. Buku yang baru dilaunching bulan Agustus ini ditulis Muhammad Husein Sanusi, dkk, yang berisi sosok dan perjuangan Trimurti, selama memimpin pondok saat masa hayatnya.
Munif Farid Attamimi mengungkapkan, buku Trimurti berisi sintesa, genealogi tiga tokoh pendiri Pondok Gontor. Tak hanya soal biografi, nilai zuhud dan pemikiran filsafat pendidikan Islam yang kental sang pendiri dikupas dalam gaya bahasa bertutur dan kronologis penulis.
Farid mengungkapkan, proses penulisan buku Trimurti memakan waktu tidak kurang dari 20 bulan. Agar isi buku sesuai yang terjadi apa adanya, penggalian ide dan topik pun diperoleh dari hasil wawancara, khalaqi, studi literatur, dan riset.
“Kami berburu literatur tentang sosok pendiri Trimurti serta perjuangan syiar hingga ke daerah Panjang Panjang, Sumatera. Agar tidak salah, naskah hasil tulisan penulis juga tetap dikoreksikan kepada seluruh anak keturununan pendiri. Pasalnya, semua penulis tidak hidup atau belum lahir pada jaman mereka,” beber ketua alumni angkatan 2000 ini.
Ide awal menulis buku Trimurti ini muncul setelah 15 tahun alumni meninggalkan pondok. Berawal saat malam yudisium, santri lulusan mendapatkan pesan dari kiai pengasuh pondok agar prestasi dan tetap mengunjungi pondok walau pendiri telah tiada.
Tiga kiai sepuh pendiri pondok Gontor yang disebut sebagai Trimurti ini adalah Kh Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi. Buku Trimurti ini rencananya berupa tetralogi atau diterbitkan hingga empat buku. Buku kedua nantinya akan lebih banyak mengupas konsep pendidikan setelah tahun1936 saat Pondok Gontor era baru yang lebih moderen.
Selain Husein, ada 17 orang yang terlibat dalam proses pengumpulan bahan dan penulisan. Husein Sanusi, Wiyanto Suud, Khoirul Imam merupakan tiga penulis utama yang juga banyak berperan dalam editing.
“Agar isi buku bisa utuh, benar, dan enak dibaca, penulis melakukan tujuh kali karantina, dengan rata-rata waktu sekali karantina sepekan,” pungkasnya.