KEMENDIKBUD – Ujian Nasionak (UN) 2016 tidak sebatas penilaian angka, melainkan pula merupakan timbangan pendidikan yang bisa mengukur pemahaman dan kebutuhan siswa terhadap mata pelajaran tertentu. Hasilnya, bisa dijadikan sebagai peta pencapaian kompetensi lulusan untuk meningkatkan mutu dan pembinaan.
Dalam siaran pers yang dirilis dalam kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa perbedaan dalam UN 2016 terlihat dari kisi-kisi yang diberikan kepada siswa. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menyatakan, UN 2016 dirancang bukan untuk mendorong siswa menghafal soal, tetapi melatih kemampuan kognitif.
Kisi-kisi yang diberikan, lanjut Anis, adalah melatih kemampuan kognitif siswa yang utuh untuk mengetahui suatu informasi, aplikasi dan menalar.
“Jadi (pembelajaran) jangan membuat siswa hanya belajar dari contoh soal atau belajar hanya untuk UN,” kata Mendikbud di Jakarta, Rabu (11/5).
Berbeda dengan kisi-kisi UN 2015, tidak ada indikator soal yang spesifik. Hal ini akan mendorong siswa ke level menguasai materi bukan hanya hafalan, dan membuat UN bisa menjadi timbangan pendidikan siswa karena menunjukkan penguasaan dan pemahaman kemudian memprosesnya menjadi sebuah informasi baru. Sehingga, soal UN tidak lagi bersifat pertanyaan hafalan tetapi juga penerapan dan penalaran.
Materi soal juga berasal dari irisan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013. Soal tersebut kemudian divalidasi oleh tim guru, dosen dan Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud.
“Pembuat soal adalah para guru dan kami memastikan soal yang keluar adalah yang diajarkan oleh guru di sekolah,” tambahnya.
Dengan pola seperti itu, diharapkan siswa tidak hanya bisa menjawab soal, melainkan juga bisa mengolah informasi yang dipelajari menjadi pengetahuan yang baru. Mendikbud pun mengimbau kepada para siswa untuk tidak lagi berlatih menjawab soal, tetapi sekaligus berlajar untuk memahami. (rul)