Inspirasicendekia.com, MALANG – Rencana kebijakan fullday school selama delapan jam sekolah harus disikapi dengan bijak. Sekolah di wilayah pinggiran atau pedesaan tak bisa serta merta memberlakukan sistem dan model belajar ini.
Perlunya kearifan dalam mensikapi kebijakan fullday school ini seperti ditegaskan Bupati Malang DR H Rendra Kresna, Selasa (13/6) malam. Menurutnya, keharusan sekolah delapan jam tidak bisa diberlakukan pada semua sekolah, terlebih di sekolah-sekolah yang berada di desa-desa.
“Perlu dilihat dulu kesiapan sekolah. Kalau sekolah di kota sudah biasa siswa pulang pulang lebih sore. Lebih pas karena kebanyakan orang tuanya juga bekerja, sehingga anak-anaknya lebih aman di sekolah,” demikian Rendra Kresna, di Pendopo Agung Bupati Malang, Selasa (13/6).
Rendra bahkan membuat perbandingan, jika jenjang SD waktu siswa lebih sedikit di sekolah dibanding siswa dari jenjang SD dan SMA. Menurutnya, sekitar 25 persen waktu siswa SD di sekolah, sisanya banyak dimanfaatkan di rumah bersama orang tuanya. Berbeda lagi dengan siswa SMP, yakni 50 persen berada di sekolah.
Dikatakan, di Kabupaten Malang yang banyak didominasi wilayah pedesaan juga memiliki kekhasan pendidikan diniyah yang banyak berada di desa-desa. Karena alasan ini pula, waktu dan kesempatan anak belajar ilmu agama tidak tersita karena habis untuk belajar di sekolah.
“Yang penting, fullday school jangan sampai merampas hak bermain anak-anak,” imbuhnya.
Meski perlu dipertimbangkan secara bijak, menurut Rendra Kresna bukan berarti kebijakan fullday school disikapi dengan reaksioner dan kekhawatiran berlebihan. Termasuk, memberikan penolakan karena kebijakan ini tetap fleksibel dan belum jelas pemberlakuannya.
“Tidak perlu terlalu reaksioner dan panik lah. Kita lihat saja nanti seperti apa kebijakannya. Kan masih wacana dan belum resmi disahkan,” pungkasnya. [min]