Beberapa pekan terakhir, masyarakat kita mulai terserang wabah baru yang berbentuk game (permainan), Pokemon Go. Karena bentuknya game, pengguna ‘virus’ digital ini bisa jadi tak merasakan sakit apa-apa. Sebaliknya, bermain game Pokemon bisa mendatangkan kesenangan dan keasyikan tersendiri karena tantangannya.
Permainan yang mulai dirilis 6 Juli 2016 di AS, Australia, dan Selandia Baru lalu ini nyatanya disukai banyak disukai banyak orang. Bahkan, kehadirannya dinanti dan membuat penasaran termasuk yang masih berusia anak-anak.
Game ini dibuat menggunakan metode AR (Augmented Reality), dimana penggunanya harus menggunakan kamera untuk menemukan monster-monster 3D di mana saja. Bisa di rumah, halaman, jalan, bahkan di kolong parit sekali pun. Monster-monster yang telah didapat itu dikumpulkan untuk ditandingkan dengan pemain lain nantinya. Tentunya dalam mencarinya diperlukan teknologi GPS dan internet.
Akan tetapi, tahukah kamu bahwa dibalik keasyikan dan kesenangan game ini, tersimpan bahaya dan keburukan yang bisa mengancam penggunanya sewaktu-waktu. Dalam beberapa hari ini, dikabarkan sudah banyak korban berjatuhan karena banyak orang mencari monster-monster secara real time tanpa peduli keselamatan dirinya. Tiba-tiba menyeberang jalan, melompat, berlari ke sana kemari. Karena tidak hati-hati dan memperhatikan sekeliling, pengguna game ini bisa saja terjatuh dan tertabrak.
Pokemon (Pocket Monster) sendiri awalnya adalah tokoh ciptaan orang Jepang sejak 1996 dan mulai booming di Indonesia sejak 1999. Salah satu tokoh terkenalnya adalah Pikachu. Melalui game dan film, Pokemon bukan saja digandrungi khalayak di Indonesia, melainkan pula di seluruh dunia.
Banyak bukti lain bahwa game Pokemon bahkan bisa berdampak buruk bagi masa depan anak-anak. Apa akibatnya? Berikut salah satu buktinya seperti dilansir dalam akun Hendra Nusaputra Jusuf:
Sekalipun film POKEMON tidak secara nyata mempertontonkan dan merangsang kekerasan pada anak, POKEMON sebenarnya telah menjadi sesuatu yang merusak hidup banyak anak. Harian Kompas edisi 18 dan 23 Desember 1997 serta 28 November 1999 memberitakan bahwa kartun POKEMON membawa banyak dampak buruk. Sebanyak 11.870 anak, sebagian besar murid SD, mengalami gejala “television epilepsy” (mual, sakit kepala di sekitar mata, kaku, kejang kelojotan, dan kehilangan selera makan), dan 200 anak terpaksa dirawat di rumah sakit. Diduga hal ini terjadi akibat korban melihat sinar merah kuat yang dipancarkan sebanyak 650 kali selama lima detik oleh Pikachu sehingga mengganggu saraf anak.
Indonesia memang belum dapat secara penuh game ini. Perlu beberapa waktu ke depan. Namun, coba bayangkan…jika permainan game mulai banyak yang memainkannya di waktu mendatang?