Polemik MBG Sedot Hampir Separo Anggaran Pendidikan, Pemerhati Soroti Urgensinya

PRESIDEN Republik Indonesia Prabowo Subianto telah menegaskan sejumlah program andalan dalam kepemimpinannya. Diantaranya, program Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih, sekolah rakyat, serta layanan pemeriksaan kesehatan gratis. Program-program tersebut disebut Presiden telah memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Hal ini ditegaskan Presiden Prabowo, saat menyampaikan pidato mengenai RAPBN 2026 beserta Nota Keuangan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 15 Agustus 2025 lalu.

Dalam kesempatan itu, Prabowo menyebutkan bahwa program MBG telah dirasakan 20 juta penerima manfaat, sementara layanan cek kesehatan gratis sudah menjangkau lebih dari 17 juta orang.

Revitalisasi sekolah juga telah dilakukan pada lebih dari 13 ribu sekolah dan madrasah. Sedangkan, sekolah rakyat telah berdiri sebanyak 100 unit.

Presiden RI mengklaim alokasi dana pendidikan pada masa pemerintahannya yang terbesar dalam sejarah kepemimpinan nasional Indonesia. Menurut Prabowo, peningkatan anggaran ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya sistem pendidikan yang lebih berkualitas.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai apa yang disampaikan Presiden Prabowo dalam pidatonya tidak konsisten dengan amanat perundang-undangan.

Dimana, Presiden lebih memilih mengalokasikan anggaran sektor pendidikan untuk Makan Bergizi Gratis, ketimbang menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait pelayanan sekolah agar tanpa pungutan biaya.

Menurutnya, Presiden Prabowo semestinya bisa menggratiskan biaya pendidikan, jika anggaran tidak dipangkas untuk alokasi MBG.

“Sebanyak 44,2 persen anggaran dialihkan untuk MBG, bukannya melaksanakan putusan sekolah gratis. Ini jelas menabrak konstitusi,” kata Ubaid.

Ubaid lalu mengingatkan, kewajiban pemerintah tersebut telah ditegaskan MK melalui dua putusan, yakni perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 pada 27 Mei lalu, serta putusan Nomor 111/PUU-XXIII/2025 pada 15 Agustus 2025.

Menurutnya, penyebutan berulang putusan itu seharusnya menjadi tanda kuat bagi pemerintah untuk segera merealisasikannya, bukan justru mengalihkan hampir separo anggaran ke program yang tidak diamanatkan konstitusi.

Ia menegaskan, Pasal 31 UUD 1945 menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan, dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.

“Konstitusi kita tidak pernah memerintahkan makan gratis,” tandasnya.

Dosen Ekonomi Universitas Jember Adhitya Wardhono, juga menilai program MBG untuk penanganan stunting masih merupakan langkah strategis, meskipun masih menyisakan tantangan besar pada tahap pelaksanaan.

“Alokasi MBG sebesar Rp 335 triliun untuk mengatasi stunting dan meningkatkan kualitas SDM Indonesia adalah langkah penting, tetapi tantangan utamanya terletak pada efektivitas implementasi di lapangan,” ujar Adhitya.

Sementara, para pemerhati pendidikan di Kabupaten Malang, Eli Hamzah, juga ikut menyuarakan polemik MBG dan terpangkasnya biaya pendidikan untuk program tersebut.

“MBG itu bagus. Namun kita juga berpendapat alangkah lebih efektif jika lebih mendahulukan anggaran untuk alokasi sekolah. Sehingga cita-cita sekolah gratis bisa terwujud dari pada makan siang bergizi gratis untuk saat ini,” tandas Eli.

Menurutnya, ini mengingat sekolah saat ini masih dibenturkan dengan berbagai aturan, yangmana satu sisi ingin meningkatkan mutu pendidikan dengan gratis, namun terkendala kekurangan guru dan biaya operasional untuk gaji guru honorer yang belum masuk dapodik. (*)

Sebarkan berita:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *