Suatu ketika, Sevilla Elza Azzahra (16), memanfaatkan waktu liburan Hari Raya Ied di kampung neneknya di Banyuwangi, kota indah paling ujung barat Jawa Timur. Sebagai anak sekolah yang disibukkan belajar, liburan pun tak disia-siakannya.
Pada saat itu, ia ditemani teman cowoknya menikmati pantai dan naik perahu. Di sela menjelajah lautan dengan ombak cukup tenang saat itu, mereka pun banyak ngobrol. Entah apa saja topik obrolan apa tak diingatnya dengan persis.
Disela-sela obrolan di atas perahu kecil itu, si cowok bilang mengingatkannya.
“Ehh…awas tuh hapenha jatuh ke air,” ucap teman cowoknya.
Tak disangka, kelak obrolan kecil itu lah yang menjadi inspirasi lahirnya novel ketiga Sevilla, ‘Jo dan Dyra.’ Novel ini telah diterbitkannya ke dalam buku pada pertengahan November 2017 lalu.
“Dia cuma bilang gitu doang udah jadi inspirasi aku. Ya, terinspirasi dari hal kecil pokoknya dan dari unsur ketidaksengajaan. Aneh sih, tapi nyata,” demikian Sevilla E. Zahra, soal ide yang menginspirasi novel ketiganya itu.
Ternyata, tidak butuh waktu sangat panjang bagi remaja yang masih pelajar kelas SMK Mutu Gondanglegi ini. Praktis, Sevilla menyelesaikan novel bergenre remaja ini dalam waktu tidak lebih dari enam bulan.
Sebagai penulis fiksi, boleh dibilang imajinasi Sevilla cukup kuat, bahkan liar. Dua bukunya yang awal, kumpulan cerita dan novel ‘sang Malaikat’, bahkan ditulisnya saat ia masih anak ingusan, ketika duduk di bangku MTsN Turen. Meski, diakuinya novel yang ditulisnya tidak lepas dari background pengalaman yang pernah dialami.
Seperti apa sosok Sevilla sebenarnya?
Boleh dibilang, remaja putri ini lebih dikenal karena apa yang ditulisnya. Ya, bukan rupa atau pun perilakunya dalam bergaul dengan sebaya di almamaternya. Sevilla terbilang pendiam, tak menonjol di kelas. Nama dan prestasinya pun nyaris tenggelam di antara lebih dari seribu siswa SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi.
Tetapi, jangan ditanya apa saja yang telah diperbuat dan dihasilkannya. Blog pribadinya telah dipenuhi dengan berbagai tulisan lepas dan cerpen. Ini bahkan sudah diawali sejak ia masih SMP. Sevilla juga menjadi pengelola sekaligus pengisi konten berita sekolah paling rajin dalam akun jurnalismutu.wordpress.com. Meski akhir-akhir ini ia mulai jarang menulis, Sevilla masih menyempatkan mengelola beberapa blog dan kerap diminta menuliskan berita kegiatan sekolah.
“Semua saya buat secara otodidak. Sedangkan, belajar nulis berita bermula dari minat untuk menuliskan kegiatan di sekolah ke media online,” kata penyuka mie ini.
Sevilla juga mengaku paling betah berdiam di kamar. Namun, bukan berarti untuk selalu bermalasan dan tak berbuat apapun. Tiga buku fiksinya, terlahir dari tempat tidur dan meja belajar yang ada dalam kamar tidurnya.
“Pernah saya menulis berjam-jam sampai jari tangan rasanya keriting dan kaku. Saat mood dan alur cerita mengalir, rasanya tak ingin berhenti menulis,” demikian Sevilla.
Di balik sikap pendiamnya, Sevilla sejatinya siswa cerdas dan suka tantangan. Kemampuan menulisnya terus dikembangkan, seperti menulis artikel, esai atau tulisan lepas lainnya.
“Lelah juga sering mengelola web sendirian. Namun, saya tetap bangga setidaknya bisa ikut menuliskan hal-hal baik untuk sekolah,” katanya.
Siapa sangka, tulisan untuk buku baru tengah disiapkannya. Di sela-sela menjalani prakerin di apotek selama tiga bulan, ia bertekad selama waktu itu pula novel keempatnya kelar. Bocorannya, kisah yang akan ia angkat dalam novelnya nanti adalah tentang perjuangan lelaki dengan penyakit kanker tulang langka hingga ia menemui ajalnya.
“Harus tetap produktif. Sesempit apapun waktunya harus tetap bisa menghasilkan tulisan,” tekad Sevilla. (min)