Inspirasicendekia.com, MALANG – Rencana penerapan kebijakan fullday school atau lima hari sekolah yang diwacanakan Mendikbud tetap kontroversi. Sejumlah pihak tetap bersikeras menolak rencana kebijakan dengan sejumlah alasan.
Pengelola pendidikan swasta di bawah LP Maarif di Kabupaten Malang misalnya, mendesak pembatalan rencana kebijakan Five Day School (FDS) yang dilontarkan pemerintah. Penolakan ini mereka lakukan dengan meminta pemerintah setempat melalui DPRD menyampaikan secara resmi keberatan dan tuntutan pembatalan mereka.
“FDS belum siap dijalankan, utamanya di Kabupaten Malang. Yang kami maksud FDS (Five Day School), adalah lima hari sekolah,” demikian ditegaskan dr Umar Usman, Ketua Tanfidz PCNU Kabupaten Malang, Rabu (23/8) siang.
Diungkapkan, ditolaknya kebijakan FDS karena akan menambah jam pelajaran di sekolah. Sehingga, anak didik dikawatirkan sudah capek ketika pulang. Menurutnya, ini tentunya akan memberikan dampak matinya Madin dan TPQ. Sementara materi pada tambahan jam belajar masih belum diyakini cukup untuk pelajaran agamanya.
“PCNU Kabupaten Malang menyatakan sikap resmi:1. Menolak FDS diberlakukan di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Malang. 2. Mengusulkan FDS tidak diberlakukan di Indonesia,” tegas Umar Usman.

Penolakan diterapkannya FDS ini sebelumnya telah disampaikan dalam rapat audiensi antara PCNU – LP Maarif Kabupaten Malang dengan pihak DPRD Kabupaten Malang yang diwakili anggota Komisi B. Terkait hal ini, ketua Komisi B DPRD Kusmantoro Widodo menegaskan, pihaknya secara resmi akan menindaklanjuti dan meneruskan rekomendasi hasil hasil dengar pendapat ini.
Dikatakan, pihaknya akan segera menyampaikan rekomendasi terkait penolakan FDS kepada pemerintah. Menurutnya, berkas rekomendasi sudah dipersiapkan dan segera disampaikan ke Kemendikbud dan diterima tanggal 25 Agustus mendatang.
“Kebijakan FDS tidak serta merta diterima disebabkan tidak semua daerah siap karena perbedaan infrastruktur dan sumberdaya guru yang tidak sama di Kabupaten Malang yang wilayahnya begitu luas. Masyarakatnya juga mempunyai karakter dan kultur yang berbeda dengan wilayah perkotaan,” tegas pria yang juga ketua Fraksi partai Golkar Kabupaten Malang ini. [rul]