Inspirasicendekia.com, OPINI – Status gizi yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan dari suatu bangsa. Namun, Indonesia masih memiliki beban untuk menyandang status gizi baik. Menurut Data surveilans gizi atau Pemantau Status Gizi (PSG) tahun 2016 lalu tercatat balita kurus yang ada di Indonesia sebanyak 11%. Angka tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia termasuk Negara dengan kategori masalah gizi akut (>5%).
Hal tersebut menjadi PR besar bagi pemerintah dalam meningkatkan gizi masyarakat sehingga hal tersebut menjadi fokus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang Kesehatan.
Pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 nanti, Direktorat Gizi Masyarakat menargetkan sebnyak 90% balita dengan status gizi kurus akan mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Namun, hingga tahu 2016, persentase balita kurus yang mendapat PMT masih sebesar 62,8%.
Program PMT dianggap menjadi intervensi yang tepat bagi percepatan perbaikan gizi yang berfokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). PMT yang dihasilkan adalah berupa makanan tambahan pabrikan, yang lebih praktis dan lebih terjamin komposisi zat gizinya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan status gizi balita kurus.
Sebenarnya, program PMT di Indonesia telah berjalan sejak tahun 1997, namun permasalahan gizi bangsa belum kunjung berakhir, hal ini mengindikasikan bahwa manajemen pelaksanaan program PMT masih perlu ditingkatkan lagi. Untuk itu, kementerian kesehatan sejak tahun 2016 telah menginisiasi langkah monitoring dan evaluasi (monev) untuk memantau keberlangsungan program PMT di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Dengan monev ini diharapkan pemerintah dapat melihat lebih detil terkait capaian program PMT di lapangan serta hal-hal yang menjadi problem di daerah, sehingga dapat mengembangkan sistem manajemen PMT menjadi lebih baik.
Sampai saat ini, kita menyadari bahwasanya masalah gizi kurang adalah masalah yang multifaktorial. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam peningkatan status gizi seperti penjaringan dan pelacakan kasus gizi buruk, pengawasan tumbuh kembang anak melalui posyandu, hingga pengadaan PMT, tidak akan kunjung berhasil ketika tidak ada dukungan keluarga didalamnya. Keluarga menjadi kelompok intervensi yang sangat berpengaruh dalam peningkatan status gizi balita, dengan menerapkan gerakan masyarakat hidup sehat (germas) dengan pendekatan keluarga (DPK) diharapkan anggota keluarga dapat berperan aktif dalam upaya hidup sehat. Dengan menciptakan kolaborasi yang baik antara gerakan pemerintah dan keluarga, maka kita semua turut ikut serta dalam pembangunan gizi menuju bangsa sehat yang berprestasi.
Ditulis Oleh: Rahma Ismayanti, Mahasiswa Peminatan Gizi Masyarakat, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Malang.
Daftar Pustaka:
- Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2016. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat, 2017
- Kementerian Kesehatan RI. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Bidang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2015
- Kementerian Kesehatan RI. Indikator Keluarga Sehat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2002
- Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Jakarta, 2013