Ketika ngaji menyebut sebuah angka, seakan kita digiring ke arah “klenik”. Padahal, Islam sendiri dalam tata cara peribadatan selalu bersinggungan dengan angka- angka. Kita ambil contoh salat “5” waktu, jumlah rakaat sehari semalam “17” rakaat, zakat “2,5 kg/2,75 kg beras/gandum”, aqiqoh untuk anak laki-laki 2 kambing, anak perempuan 1 kambing, thawaf ketika haji atau umroh “7” putaran, sunah mengunyah makanan “33” kali kunyahan, qur’an “30” juz, “114” surat, “6.666” ayat, jumlah Nabi dan Rosul yang wajib dihafal “25”, malaikat yang wajib hafal “10” malaikat, pahala salat jamaah 27 derajad, rukun wudlu ada 6 perkara, bilangan shalat tarawih juga ditentukan.
Maka, tak heran juga jika para sahabat dan ulama ratusan tahun yang lalu sudah menemukan ilmu falaq, ilmu aljabar, ilmu astronomi, ilmu geografi dan sebagainya.
Tetapi, kali ini kita tidak sedang mengulas semua itu. Mari kita mencoba ngaji tentang angka “Sembilan”. Kita yang sering blusukan, cangkru’an, ngopi bareng dengan orang-orang tua dulu, biasanya entah satu atau beberapa kali kita pernah mendengar celoteh seperti ini “Yen Kowe Kepingin Selamet, Jogoen Bolongan Songo utowo babakan Songo” (artinya jika kamu kepingin selamat dunia ahirat, jagalah Sembilan lubang atau Sembilan perkara).
Dari slentang-slenting sesepuh ketika ngobrol dengan temanya saat diskusi kecil, beliau menerangkan apa saja sembilan lubang atau perkoro songo itu. Ternyata, secara fisik juga bisa kita pahami bahwa bolongan songo yang dimaksud orang-orang tua dulu adalah: jumlah lubang telinga 2, lubang mata 2, lubang hidung 2, mulut 1, yang dua menurut mereka yaitu lubang depan 1 dan belakang satu (Qubul dan Dubur), sehingga totalnya menjadi sembilan (9) lubang.
Sembilan lubang inilah sebenarnya manusia bisa mencapai derajat mulia. Atau sebaliknya, melalui lubang Sembilan inilah manusia bisa lebih hina dari pada hewan yang paling hina, ketika manusia tidak mampu menjaganya. Misalnya dari kedua mata kita, ketika kita manfaatkan dengan baik untuk belajar, membaca, ngaji atau kegiatan positif lainya, maka mata akan membawa kehidupan kita ke arah yang lebih baik di kemudian hari. Kemudian lubang berikutnya mulut, orang jawa bilang “ajining rogo songko busono, ajining jiwo songko lati” artinya kurang lebih adalah berharganya raga dari pakaian yang bagus, tingginya harga diri atau terhormatnya seseorang tergantung dari cara bicaranya. Kita sama-sama faham bahwa terjadinya konflik antar individu atau antar kelompok salah atu pemicunya adalah tidak terjaganya mulut (isu, fitnah) dari provokator.
Kemudian satu lubang lagi yang dapat menjadi sumber pahala yang sangat besar, yaitu jalan depan qubul. ketika qubul ini dimanfaatkan dengan tata cara agama dan negara yang baik, maka akan mendatangkan kebahagiaan, ketentraman jiwa kita, bahkan akan mendatangkan pahala yang sangat besar. Misalkan, ketika penggunaanya melalui pernikahan terlebih dahulu, maka menurut pengajian-pengajian yang pernah saya dengarkan di berbagai tempat, pahalanya sama dengan menjalankan separo agama, bahkan tidak sedikit celetukan dari masyarakat luas ketika malam Senin dan malam Jumat, masyarakat bergurau baik langsung atau melalui media sosial dengan guyonan wayahe sunah rosul lo! Walaupun sebenarnya ini juga bahasa yang kurang pas, kok bisanya sunah rosul diidentikan dengan hubungan intim suami-istri saja. Padahal kan banyak sunah-sunah rasul yang lain, seperti salat tahajud, hajad, tasbih, dzikir dan sebagainya.
Begitu juga melalui jalan depan ini “qubul” tidak sedikit manusia hancur karenanya. Karena perselingkuhan, perzinaan baik di tempat yang dilokalisir atau di tempat-tempat mewah nan mahal. Belum lagi saya pernah membaca tulisan di situs tertentu menunjukan angka perzinaan di kalangan pelajar dan mahasiswa semakin meningkat. Sebut saja, yang terjadi di kota tertentu disebutkan 35% anak usia di bawah 20 tahun sudah kehilangan kesucianya. Padahal diisyaratkan oleh agama, kita tidak boleh mendekati zina, dekat saja tidak boleh apa lagi melakukan. Bahkan ada kyai yang pernah menyampaikan dalam ceramahnya sumber krisis multidimensi di negara kita ini salah satu penyebabnya adalah maraknya perzinaan, karena zina adalah dosa terbesar ke dua setelah syirik dan sekali zina 80 tahun ibadahnya tidak diterima. Belum lagi kalau sampai hamil di luar nikah, akan menimbulkan masalah yang berkelanjutan sengsara di dunia dan di akhirat. Belum dosa dari lubang-lubang yang lain.
Untuk itu, kita sadar dan insaf mari kita menjaga nafsu jelek kita, agar tidak menguasai diri kita sehingga dapat menjerumuskan kita dalam lubang kesengsaraan di dunia dan di akhirat kelak. Nafsu dan syaitan memang selalu menjajikan kenikmatan-kenikmatan, namun pada hakikatnya itu hanya tipuan. Dengan kita mengingat angka Sembilan, maka ingatlah kita kepada sumber-sumber kebahagiaan jika kita mampu dan mau menjaganya dan Sembilan lubang sumber-sumber kemaksiatan dan kesesatan yang nyata, jika kita tidak bisa menjaganya alias ngeker howo nafsu. (*)