Lukman Hakim, SPd; Mengabdi dari Pedalaman hingga Pembelajar Anak Kurang Berada

Inspirasicendekia.com, TIDAK banyak guru yang memiliki waktu dan kesempatan lain di luar ruang kelas yang diampunya. Kebanyakan guru pun mungkin beranggapan mengajar di sekolahnya sudah cukup sebagai bentuk pengabdian.

Namun, tidak demikian halnya bagi Lukman Hakim SPd, guru SMAN 1 Dampit Kabupaten Malang. Bagi guru Matematika kelahiran 1968 ini, dedikasi sebagai pendidik bisa dilakukan dimana pun dan kapan pun. Terlebih, ini dilakukan kepada anak-anak dari kalangan keluarga kurang berada.

Setiap harinya, Lukman Hakim tidak hanya menghabiskan waktu mengajar dan melaksanakan tugas sebagai waka kesiswaan di SMAN 1 Dampit. Ia masih harus meluangkan waktu bagi setidaknya 103 siswa yang kini belajar di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) Omah Sinau Rakyat di tempatnya di Tumpang. Mereka adalah peserta didik SMA Terbuka Jarak Jauh, yang terdiri dari 43 siswa kelas X, 28 siswa kelas XI dan 32 siswa kelas XII SMA.

“Mengumpulkan dan membimbing anak-anak usia SMA belajar tanpa sekolah formal ini Saya lakukan sejak tahun 2012-an. Mereka belajar bersama di tempat seadanya. Dan pada 2016, Yayasan Omah Sinau Rakyat yang saya kelola ini ditunjuk sebagai salah satu TKB pelaksana SMATJJ Kepanjen sebagai induk pengelola,” ungkap Lukman Hakim, Kamis (2/11) malam.

Dengan aktivitas sebagai guru bina sekolah terbuka ‘Omah Sinau Rakyat’ ini, praktis waktu untuk keluarganya tersisa di atas jam 8 malam. Bahkan juga terkadang relatif lebih malam lagi. Beruntung, untuk kunjungan rumah siswa binaannya biasanya ia sempatkan bisa mengajak istrinya. Terlebih istrinya juga senang dengan kegiatan pengabdian masyarakat sejak muda.

Lukman Hakim mengaku, kepedulian dan keberpihakan pada anak-anak dari kalangan masyarakat bawah yang tidak mampu mengakses persekolahan ini justru terus menginspirasi dan memotivasinya. Mungkin ini berangkat dan berawal dari menjadi tenaga program SP3 (Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan) awal 1990an, kemudian mengawali tugas menjadi guru di sebuah daerah tertinggal dan terpencil di kawasan transmigrasi di Kabupaten Poso pada tahun 1992 silam.

Selama satu dasawarsa, tiap hari Lukman melihat dan mengalami perjuangan berat meyakinkan siswa- daerah terpencil untuk mau sekolah. Ia akhirnya juga terinspirasi semangat siswanya yang harus menempuh puluhan kilometer berjalan kaki demi bisa bersekolah di SMA yang lokasinya berada di ibukota kecamatan.

Begitu kembali ke kampung halaman di Malang tahun 2002, ia melihat begitu banyak anak-anak usia sekolah tidak bisa mengenyam pendidikan karena keterbatasan ekonomi, sosial, dan geografis. Jiwanya pun terpanggil untuk terus berupaya membantu mereka agar bisa mengakses pendidikan baik SMP maupun SMA.

“Sejak tahun 2005, saya mulai ‘bergerilya’ mendatangi kampung-kampung di sela-sela kesibukan sbgai guru reguler. Karena saya berpikir hanya pendidikan yang baik yang kelak bisa merubah nasib mereka,” imbuh guru berprestasi Kabupaten Malang 2006 ini.

Bersama relawan lainnya, Lukman pun harus telaten mengajak, memotivasi, dan menginisiasi mereka agar mau dan bisa bersekolah. Awalnya, ia berupaya menitipkan mereka di SMP/SMA negeri dan swasta terdekat. Termasuk mencari solusi kesulitan mereka terutama masalah biaya sekolah. Alhamdulillah, dengan bantuan bersama rekan guru, pihak sekolah, para dermawan dan relawan mereka bisa lulus SMP/SMA tanpa biaya sepeserpun.

Sampai tahun 2011, sejumlah 7 siswa terbantu sampai lulus SMP dan 12 siswa lulus SMA. Tetapi, keberhasilan tersebut justru muncul masalah baru, yaitu semakin banyak siswa yang minta dibantu supaya bisa sekolah. Akhirnya, ia hanya bisa sebatas mengumpulkan, memberi bekal ilmu dan bimbingan pada mereka di rumah. Setiap Sabtu malam dan Minggu sore, anak-anak yang berasal dari beberapa desa di kecamatan Tumpang, Pakis, dan Poncokusumo berkumpul, belajar bersama tanpa sekolah formal bersamanya.

Lukman mengakui, dihitung dengan tuntutan sebagai guru ASN di SMAN 1 Dampit, bis jadi berat sekali menjalaninya. Tetapi, dengan semangat mengabdi untuk anak-anak yang termaginalkan justru baginya menjadi tantangan. Waktu yang tersisa, mulai sore hingga malam masih bisa dimanfaatkan membina dan ngurusin mereka, termasuk mengunjungi orangtua mereka yg rumahnya lumayan jauh.

Tahun 2013, Lukman mendapatkan kesempatan mengikuti diklat SMA terbuka online di Bandung. Selepas diklat, babak baru perjuangan lebih menantang baginya dimulai. Setiap hari, ia harus mengkoordinasi pelaksanaan KBM online 24 jam nonstop. Tahun ini, ia pun bersyukur Omah Sinau Rakyat yang didirikannya dan berfungsi sebagi TKB SMATJJ meluluskan siswa untuk pertama kalinya.

Konsistensi Lukman mengabdi bagi pendidikan masyarakat menjadikannya pada 2015 resmi ditunjuk sebagai ambassador atau duta Quipperschool wilayah Jawa Timur yang melingkupi Jatim, Bali dan Indonesia Timur. Bersama lima guru SMA/SMK/SMP se Jatim lainnya, ia harus memfasilitasi akses pembelajaran online kepada lebih dari 22 ribu siswa di Jatim dan Indonesia Timur. Akses dan akun quipperschool, bisa dimanfaatkan para siswa ini, termasuk dari SMA Terbuka Kepanjen dan Smater Sorong Papua Barat.

Quipperschool sendiri adalah lembaga sosial rekomendasi Unesco. Dengan motto “agent of wisdom”, lembaga ini membantu anak-anak tidak terjangkau pendidikan formal di negara-negara miskin dan berkembang di Asia dan Afrika, agar bisa mengakses konten pendidikan berkualitas secara gratis dan online maupun offline.

“Setelah dua tahun sejak 2013, saya harus menyebarkan dan terus mensosialisasikan quipperschool di SMAN 1 Dampit dan menginisiasi beberapa sekolah lainnya,” kata pria yang pernah menjabat sekretaris PGRI dan PC Muhammadiyah Kabupaten Poso ini. [min]

[socialpoll id=”2464702″]

Sebarkan berita:

7 Comments on “Lukman Hakim, SPd; Mengabdi dari Pedalaman hingga Pembelajar Anak Kurang Berada”

Tinggalkan Balasan ke Yayuk Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *