APBN Seret, Program Kemenristek-Dikti Terancam Macet

APBN Seret, Program Kemenristek-Dikti Terancam Macet

Banyaknya program Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dikti) untuk memajukan mutu pendidikan ternyata tidak setara dengan anggaran dana yang dimiliki di tahun 2016 mendatang. Pasalnya, anggaran APBN untuk pendidikan untuk 2016 menurun drastis.

Hal itu dijelaskan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Ridwan Hisjam ditemui saat berkunjung ke Kota Malang, Selasa (10/11/2015) kemarin. Dia mengatakan  bahwa anggaran tahun 2016 hanya sebesar Rp 40,627 triliun, lebih rendah dari tahun 2015 yang mencapai Rp 43,727 triliun. Maka penurunan anggaran mencapai Rp 3,1 triliun.

Jika mengacu pada sistem pendidikan nasional (SPN), seharusnya anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN. “APBN 2016 sebesar Rp 2,095 triliun, maka seharusnya anggaran pendidikan Rp 419 triliun,” jelasnya.

Namun faktanya, tahun ini pendidikan hanya mendapatkan jatah Rp 117 triliun. Masing-masing Rp 40 triliun untuk Kemenristek dikti, Rp 50 triliun untuk Kemendikbud dan Rp 27 triliun untuk pendidikan dibawah Kementerian Agama.

“Artinya dana tahun 2016 sangat kurang. Butuh Rp 419 triliun tapi dapatnya Rp 117 triliun. Rp 312 triliun sisanya menjadi PR,” ujar Ridwan.

Ia menduga bahwa minimnya anggaran ini dapat berakibat pada pemungkasan dana untuk program-program Kemenristek Dikti. Sebut saja, katanya, pada 2016 nanti, banyak anggaran untuk beasiswa turun. Hisyam kemudian mencontohkan, beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) yang pada 2015 sejumlah Rp 508 miliar, nantinya menjadi Rp 210 miliar pada 2016. Sehingga, ada penurunan sebesar Rp 298 miliar.

Begitu juga beasiswa SM3T (Sarjana Mengajar di daerah Terpencil, Terluar, Tertinggal), imbuhnya, yang semula pada 2015 disediakan Rp 395 miliar, pada 2016 menjadi Rp 295 miliar.

“Yang prihatin adalah beasiswa buat dosen untuk S2 dan S3. Kebanyakan mereka kuliah di luar negeri. Anggarannya semula Rp 1,6 triliun pada 2015 menjadi Rp 919 miliar,” terangnya.
Sehingga ada penurunan Rp 700 miliar. Karena penurunan anggaran itu, maka dosen-dosen yang berada di luar negeri terancam balik kucing. Sebab biaya kuliah cukup besar.

Ridwan Hisyam mengungkapkan penuturan seorang dosen Universitas Negeri Malang (UM) yaitu Ibu Ani Suryani, yang sekarang tengah kuliah program doktor di Australia. Menurut penuturan dosen UM itu kepadanya, ia sudah mendapat surat dari Kementerian Ristekdikti bahwa beasiswaya diberhentikan. Padahal Ani perlu menyelesaikan dua semester lagi agar bisa mendapatkan gelar doktornya. Sedang biaya per semester mencapai Rp 100 juta.

Jika terpaksa pulang, ungkap Ridwan, dosen pun kesulitan mendapatkan uang untuk menuntaskan kuliah S3-nya.

Dijelaskan Ridwan, anggaran Kemenristekdikti pada 2016 sebesar Rp 40,627 triliun. Angka itu turun dari anggaran 2015 sebesar Rp 43,727 triliun. Sehingga ada penurunan Rp 3,1 triliun.
“Negara sedang tidak punya duit. Apalagi dari pendapatan juga turun, seperti dari harga minyak, depresiasi rupiah karena dolar naik dan dari sektor pajak,” katanya. (rul)

Sebarkan berita:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *